Kepemimpinan untuk Kesejahteraan

 

CIMG0985 Judul diatas bisa jadi sangat klasik bagi beberapa orang. yah, klasik. karena ia mengingatkan pada cita-cita yang seolah-olah muluk untuk terwujud di negeri ini. atau bagi teman-teman di Yogjakarta judul di atas bisa jadi mengingatkan janji Sinuhun Dalem Sultan Hamengku Buwono yang mengawali Lenggahan Dalem dengan sebuah Pidato "Tahta untuk Rakyat".

Sekali lagi klasik memang, karena memang di negeri ini kita susah sekali memegangi kata-kata para elite baik pemerintaha, parlemen, ataupun partai politik. tidak perlu disebut disini satu persatu bagaimana perkataan itu dideklarasikan, karena pasti akan memenuhi ruang maya ini. namun hampir semua orang dewasa di Republik ini mengalami hal yang relatif sama. susah memegangi janji para elite. baik saat kampanye, maupun saat mereka menjabat dan memiliki kewenangan melakukan banyak hal untuk merubah keadaan.

Persoalannya, apakah segala "klasisme" atau kebosanan tersebut memperbaiki keadaan? atau apakah pasrah dan menunggu nasib akan memperbaiki nasib anak-anak kita di masa depan. tentulah tidak. sebab Tuhanpun telah mendeklarasikan bahwa nasib satu kaum sangat bergantung pada usaha mereka untuk mengubah keadaan. dan itu artinya soal hidup ini, hampir sepenuhnya menjadi kuasa kita. yah, baik ataukah buruk semuanya bergantung pada usaha manusia, yah kalopun tersisa jangan-jangan tak lebih dari 25% yang menjadi hak Tuhan. [btw ini pendapat pribadi, tidak ditujukan untuk kampanye ataupun merubah keyakinan. jadi yang berpendapat sama, lebih baik mencari argumen sendiri, dan satu saat kalo harus mempertanggungjawabkan juga sendiri-sendirikan? he he he]

Kembali ke judul di atas tentang korelasi kepemimpinan dan kesejahteraan bisa jadi kita akan mengernyitkan dahi. "apa ya mungkin, di Republik yang sudah kadung begini rusak ini, perbaikan bisa dilakukan?" Jangan-jangan para pemimpinpun sudah tidak lagi punya asa yang cukup untuk memikirkannya. bisa jadi karena banyaknya persoalan yang harus diselesaikan, atau barangkali juga karena kebingungan harus memilih mana yang mustinya dilakukan terlebih dahulu. maklumlah, dengan 17.000 lebih pulau, luas NKRI ini tentu bukanlah kecil. atau dengan 200 sekian juta rakyat yang harus makan, tentu juga bukan hal kecil untuk dipikirkan, apalagi dilakukan.

Soalnya adalah, masih adakah tersisa keinginan di benak para elite pemimpin negeri ini untuk mengupayakannya? thats the big deal !!! bukan semata kerumitan perdebatan tentang teori negara kesejahteraan (welfare state) yang telah lama dikritik oleh para pesohor kapitalisme yang saat ini berkuasa di banyak rezim dunia, tapi juga soal-soal yang lebih praktikal pasti juga menyulitkan.

Persoalan praktikal? yah....day-to-day politics di negeri ini cenderung menjauh dari apa yang ada dalam denyut nadi hidup masyarakat kita. indikasinya apa? gampang saja. jika anda tinggal di jakarta, atau sempat ke jakarta, mampirlah ke senayan. dan disana anda akan tahu apa yang sedang rame dibicarakan oleh para anggota DPR yang terhormat. jangan di rapat resminya, cobalah nguping saja obrolan-obrolan informal di antara mereka, atau lebih gampangnya tanyalah para wartawan politik yang nongkrong saban hari disana, pasti mereka akan menceritakan banyak hal dai apa yang ada di permukaan.

Atau jika tidak ke senayan, datang sajalah ke balaikota, tempat Gubernur ngantor. apa yang kira-kira menjadi concern keseharian para pejabat gubernuran hari-hari ini? pasti anda akan mendapat gambaran lebih lengkap lagi disana. tidak percaya, coba ajalah datang sendiri. ini sih bukan riset, dan pasti tidak bisa memenuhi standar ilmiah di negeri ini yang memang keilmiahan seringkali diukur dari obyektivitas. ilmiah itu ya berjarak dengan obyek (kenyataan), kira-kira gitu simplenya. [he he gila kali....gimana mungkin mengharapkan lahir teori yang applicable kalo berjarak yah...ada-ada saja memang aturan akademis kita ini. ilmiah kok gk membumi. he he he]

Tapi lepas dari semua kekesalan, keraguan, kebosanan, atau ketidakpercayaan pada para elite itu sebetulnya satu hal yang harus tetap tertanam dalam hati setiap pribadi adalah keyakinan tentang masih adanya masa depan yang lebih baik, asal saja...............[ini garis bawah tebalnya].........kita secara-bersama-sama menginginkannya, kemudian menguasahakannya secara bersama-sama. lewat partai? yah itu soal lain lagilah.....tapi yang penting keyakinan itu tidak boleh mati. sebab jika keyakinan tentang hal itu mati, pasti kondisinya akan lebih parahkan.

bagaimana tidak parah, jika keacuhan tentang hidup sudah menggejala, dan harus berjalin dengan ketidakpatuhan yang umum sudah lama menggejala, apa tidak saling jarah nantinya. ngeri nggak seh........................?????

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kepemimpinan untuk Kesejahteraan"